BANYUWANGI – Bagi siswa kurang mampu disuruh mendatangi kantor Desa setempat sesuai dengan domisili untuk mendapatkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) atas instruksi pihak sekolah Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) di Srono. Kantor Desa Sraten, Cluring, Banyuwangi pun tampak tengah melayani warga, Kamis (8/9/2016).
Namun sayangnya, instruksi pihak sekolah bagi siswa miskin untuk mendapatkan kartu KIP ditolak Kepala Desa Sraten, H. Rahman.
Menurutnya, permintaan KIP ke Desa atas intruksi pihak sekolah tidak tepat, karena program pemerintah tentang Kartu Indonesia Pintar berlandaskan warga yang mempunyai Kartu Bantuan Siswa Miskin (BSM) dan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) juga Kartu Kesejahteraan Sosial (KKS).
”Saya tidak bisa memberikan kartu KIP, harusnya ini kan urusanya pendidikan, kok malah minta di Desa, kalau minta surat pengurusan BSM, saya akan bikinkan, harusnya pihak sekolah mengerti bagaimana mendapatkan kartu KIP itu,” terangnya kepada Beritaekspres.com, Kamis (8/9).
Namun dari pantauan Beritaekspres.com, ada salah satu pihak orang tua siswa yang tetap ngotot minta dilayani. “Pak saya disuruh pihak sekolah untuk minta Kartu Indonesia Pintar ke Desa setempat dan saya tidak tahu dengan mekanismenya, intinya sekarang saya butuh KIP,” katanya.
Setelah banyak warga yang tidak mampu mendatangi kantor Desa untuk mendapatkan kartu KIP, akhirnya pihak Desa melalui Kepala Desa, H. Rahman terpaksa membuatkan surat pengantar untuk Bantuan Siswa Miskin (BSM) sebagai dasar untuk mendapatkan Kartu Indonesia Pintar.
Diketahui, banyak anak orang kurang mampu yang belum mendapatkan Kartu Indonesia Pintar (KIP), sehingga para orang tua yang kurang mampu melihat anak orang lain bisa mendapatkan kartu KIP pun menjadi bertanya-tanya sambil mencari tahu cara untuk mendapatkannya.
Informasi yang didapat Beritaekspres.com, diduga dalam penyaluran KIP, banyak yang tidak tepat sasaran seperti yang terjadi di Kecamatan Cluring hampir 20 persen daftar nama siswa yang tidak sesuai dengan speksifikasi.
“Contoh, misalnya di kartu tercatat anak tersebut duduk dibangku SD. Namun sekarang sudah SMP sedangkan yang SMP sudah SMA, dan SMA sudah kuliah dan malah sebagian sudah ada yang menikah,” ungkap sumber yang minta namanya dirahasiakan.
Kalau yang sudah menikah tambahnya, justru anak saya sendiri. Jadi saya sendiri yang mengalami itu. “Jadi aneh menurut saya, kenapa mereka menggunakan data yang sudah lama. Kalau sengaja apa untungnya bagi mereka, atau memang mereka yang kinerjanya memang malas sehingga program bagus dari pemerintah ini menjadi kacau.” Tandasnya.
Sumber: beritaekspres.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar